SUMBAR, - Sebenarnya lebaran di Sumbar oleh sebagian besar orang, baik perantau atau bukan, menghabiskan hari di jalan, karena terjebak macet. Selama kira-kira 25 tahun, demikianlah keadaannya dan diperdiarkan selalu. Sebenarnya yang diperlukan jalan yang lebar, apapun namanya. Gubernur Gamawan Fauzi membuat jalan pintas, Sicincin-Malalak - Bukttinggi, ternyata belum juga mampu mengurai macet. Padang Panjang dan Bukittinggi “meletus”karena padat.
Seorang netizen, entah siapa, bacaruik pungkang di twitter ketika terjebak macet di Sumbar, saat lebaran ini. Postingannya beredar luas Kamis (5/5). Netizen lain, mengamuk, kenapa sampai bercarut benar. Seseorang yang lain menulis, “Sumbar tak perlu tol dan infrastruktur, jan kami diaja lai, ”kata dia satire. Dia sebenarnya juga sudah muak, karena macet panjang di hampir semua jalan yang menghubungkan antar kota di sini.
Sebelum lebaran Gubernur Mahyeldi sudah menyebar surat dan pernyataan, antisipasi titik rawan. Namun, masalah ternyata bukan itu melainkan macet. Panjang jalan dan jumlah kendaraan tidak berbanding ditambah ketidakpatuhan dalam berlalu-lintas. Karena macet itu, waktu habis di jalan. Anda mau ke pantai Cerocok, Singkarak, Bukittinggi, Padang, Payakumbuh, Lembah Harau, Pantai Air Manih, Batusangkar, terserah. Menunya sama: Macet.
Sebelum lebaran tol di Bengkulu bisa dilalui, tol di Riau juga sudah. Akan halnya tol di Sumbar, sepotong pendek, itupun terbengkalai. Netizen berkata, “kami tak perlu tol, iyakan Pak….” Netizen lain, “ Dibutuhkan infrastruktur/jalan tol di Sumbar bia nak nyaman barirayo di kampuang. Jan lah mengecek juo Sumbar ndak paralu infrastruktur.”
“Tanyo ciek nan indak manyudahan tol tu sia… Baa kok bacaruik ka kami.”
Inilah masalah rakyat, kita-kita yang kara-kara ini, tidak ada oto ngeong-ngeong, jadi berhari raya naik motor atau mobil bersama-sama, jalan macet pula. Macetnya lama benar pula. Lama ditunggu hadiah terbaik dari pemerintah, yaitu jalan yang lempang dan lebar, tak kunjung ada. Tak peduli apa itu tol, highway, jalan bebas hambatan, by pass, lingkar luar, lingkar dalam, jalan layang yang penting mana dia jalan itu? Tak ada. Jalan Padang Bukittinggi yang ada sekarang itu, dari dulu seperti itu juga, jika pun diperbelar, ditembok saja kiri-kanan. Pemalas benar pemerintah membangun jalan di Sumbar.
Baca juga:
Nagari Sipinang yang Termajinalkan
|
Maka keluh-kesah pun muncul. Tidak masuk akal sebenarnya Padang – Bukittinggi 8 jam, Padang Panjang – Bukittinggi 2 jam, Painan Padang 4 sampai 6 jam. Tak masuk akal itulah yang berlangsung bertahun-tahun. Belum lagi, tukang palak di obyek wisata, itu saja tak selesai-selesai. Dipotret oleh netizn, dijawab, “itu oknum, sudah kami atasi.” Itu artinya ada masalah, diprotes dulu, baru diatasi.
Lebaran 2022 yang jatuh awal Mei ini, 1, 8 juta sampai 2 juta orang mudik ke Sumbar. Praktis tidak ada masalah serius di obyek wisata, kecuali macet itu. Macet yang generik, klasik, pemerintah memperdiarkan saja. Kalau sudah macet, polisi, dishub bahkan pol PP tunggang langgang, padahal masalah adalah pada ruas dan lebar jalan. Atau dibuat benar jalan banyak-banyak, lebar-lebar, akan macet juga, barangkali demikian ya? Tidaklah.
Berharap, kalau bisa beri mereka hadiah. Apa itu? Buatkanlah jalan lebar dua jalur empat jalur, seperti by pass. Tol? Itu akan ke akan saja itu, takkan selesai. Susah benar berharap pada pemerintah Sumbar yang secara berseloroh dan bagarah-garah diusulkan oleh sejumlah orang di grup WAG Top100 bergabung saja ke Riau dan jadi jorong sajalah Sumbar ini. Haha…. Demikian benarlah.
Saya yakin Gubernur Mahyeldi akan bekerja keras menunjukkan hasil-hasil yang baik, apalagi ada tim hebat yang “mengawalnya” Makan tangan tim inilah yang akan membuat Sumbar cemerlang, lebih cemerlang dari bus Cemerlang.
Tahun depan, mungkin jumlah pemudik mungkin sebanyak sekarang juga, sebab belum semua yang mudik. Arus balik terlama di Indonesia justru dari Sumbar berlangsung sekitar dua bulan, sebab perantaunya para pedagang.
Tahun ini, Sumbar berada pada urutan kesembilan jumlah pemudik. Terbanyak Jateng 23, 5 juta, disusul Jatim 16, 8 juta, Jabat 14, 7 juta, Jabodetabek 5, 9 juta, Yogyakarta 3, 9 juta, Lampung 2, 7 juta, Sumut 2, 3 juta, Sumbar 2 juta, Sumsel 1, 8 jutadan nomor sepulh Sulsel 1, 6 juta.
Berhari rayalah kita, macet itu biasa, namanya juga jalan raya, namanya juga lebaran. Sakit biasa juga, tapi mesti diobati, jika sakit juga, itu takdir. Jika jalan sudah memadai, masih saja macet, apa hendak dikata, ya ndak. (**)